Archive for 2012

HUKUM KELUARGA DI MESIR, MAROKO DAN ALJAZAIR

Sabtu, 15 Desember 2012
Posted by Unknown
Tag :
BAB I 
PENDAHULUAN
Setelah Turki mengadakan pembaharuan Hukum Keluarga, membuat Republik Arab Mesir terbawa untuk mengadakan hal yang sama.

Kalau Negara Turki mengadakan pembaharuan Hukum Keluarga dengan adopsi hukum Code Civil Switzerland, maka Republik Arab Mesir memperbaharuinya dengan melakukan reformasi hukum terhadap hukum-hukum fiqih yang telah berlaku. 

Mesir adalah negara pertama di Arab dan negara kedua setelah Turki mengadakan pembaharuan hukum keluarga.  

Goresan Desember ....

Jumat, 14 Desember 2012
Posted by Unknown


Goresan 14 Desember 2012
By. Apri, MH

Semua bermula dari sebuah rasa kepedulian sesama generasi muda, berpijak dari fakta dan realita yang terjadi pada hari ini, kita merasa risih dengan semua yang Nampak jelas di hamparan pandangan.. Ada sebuah dilema yang terjadi di “Kampung kita”, 


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Salam Hangat Buat Datuok- Datuok, Apak-apak, Ocu-Ocu, Kawan- kawan Pemuda dan seluruh Lapisan Masyarakat Dusun Naga Beralih…..


Soe Hok Gie: Kegelisahan Tanpa Ujung
(Sumber: Tempo Online, 11 JULI 2005, Seno Joko Suyono, Nurdin Kalim, L.N. Idayanie, Evieta Fajar, Suseno)

Peristiwa itu masih melekat di benak Herman Lantang, 65 tahun. “Man, entar turunnya bareng gue. Lu, gue tunggu di sini,” kata Soe Hok Gie.
Soe Hok Gie beristirahat di sebuah ceruk. Ia menggigil kedinginan. Udara Gunung Semeru sangat menusuk waktu itu,16 Desember 1969. Dari Ranu Kumbolo, sebuah danau di Gunung Semeru, Herman Lantang, Aristides Katoppo, Soe Hok Gie, Idhan Lubis, Freddy Lasut, Rudi Badil, Abdurachman, dan Wiyana bergerak menuju Arcopodo yang terletak pada ketinggian 3.200 meter di atas permukaan laut—pos terakhir sebelum puncak.

Makalah Kepemimpinan

Posted by Unknown
Tag :


BAB II
KEPEMIMPINAN

     A.      Pengertian Kepemimpinan
Pendapat pertama menyatakan bahwa kepemimpinan itu sebagai suatu seni. Untuk itu John Pfiffner memberikan defenisi sebagai berikut :
Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and group to achieve the desired end. [1] ( Kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan dorongan terhadap  individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan ).


PERENCANAAN SEBUAH PENELITIAN
     A.     Pengertian Penelitian
Sebelum kita membahas tentang perencanaan sebuah penelitian, maka kita terlebih dahulu harus mengetahui apa itu pengertian Perenacanaan dan pengertian Penelitian itu sendiri .
1.       Tinjauan secara Etimologis


BAB II
PEMBAHASAN
PERANAN SUAMI ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

    A.     Kehidupan Dalam Keluarga

          1.       Kedudukan Keluarga
Keluarga merupakan tiang utama kehidupan ummat dan bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan, karenanya menjadi kewajiban setiap anggota Muhammadiyah untuk

FAKTA, TEORI DAN KEGUNAAN TEORI DALAM PENELITIAN

Kamis, 13 Desember 2012
Posted by Unknown
Tag :


BAB II
PEMBAHASAN
FAKTA, TEORI DAN KEGUNAAN TEORI DALAM PENELITIAN
A.     FAKTA
Fakta dalam bahasa Latin disebut focus, yang artinya segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan. Sedangkan catatan atas pengumpulan fakta dinamakan data. Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang sebenarnya, baik karena mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena mereka dianggap telah melaporkan pengalaman orang lain yang sesungguhnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fakta diartikan hal (keadaan, peristiwa) yg merupakan kenyataan; sesuatu yg benar-benar ada atau terjadi
Dalam buku Metode Penelitian karya M. Nazir (1988) mengemukakan beberapa peranan fakta terhadap teori, yaitu:
1.       Fakta Memprakarsai Teori.
Banyak fakta yang ditemui secara empiris menjurus kepada penemuan teori baru. Memang fakta tidak secara langsung menghasilkan teori, tetapi kumpulan dari fakta-fakta dapat dibuat suatu generalisasi utama yang berjenis-jenis jumlahnya. Dengan menghubung-hubungkan generalisasi-generalisasi tersebut, maka bukan tidak mungkin akan menghasilkan sebuah teori.
2.       Fakta Memformulasikan Kembali Teori Yang Ada.
Fakta-fakta tidak semuanya menghasilkan teori, tetapi fakta-fakta hasil pengamatan tersebut dapat membuat suatu teori lama untuk dikembangkan. Secara umum, fakta-fakta cocok dengan teori. Tetapi, jika banyak sekali fakta yang kurang sesuai dengan teori yang telah ada maka sudah tentu, teori tersebut harus disesuaikan dengan fakta. Dengan demikian, fakta tersebut dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.
3.       Fakta Dapat Menolak Teori
Jika banyak fakta yang diperoleh menunjukkan bahwa teori tidak sesuai dengna fakat tersebut, maka teori tersebut tidak diformulasikan kembali tetapi harus ditolak. Penolakan teori karena tidak cocok dengan fakta harus dilakukan secara hati-hati sekali. Harus diingat, bahwa banyak fakta yang diperoleh berasal dari suatu kondisi tertentu. Karena itu, bukan tidak mungkin bahwa fakta tersebut tidak cocok dengan teori bukan karena teorinya yang tidak benar, tetapi kondisi pengamatan yagn menghasilkan fakta itu yang tidak sesuai sehingga, fakta yang dihasilkan tidak cocok dengan teori.
4.       Fakta Mengubah Orientasi Teori.
Seperti yang telah diterangkan di atas, fakta-fakta baru yang diperoleh ada kalanya baru sesuai dengan teori, jika teori tersebut didefinisikan kembali. Fakta-fakta tersebut memperterang teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori. Dengan adanya orientasi baru dari teori, akan menjurus pula kepada penemuan fakta-fakta baru.

B.     Teori dan Kegunaan Teori Dalam Penelitian
Dalam melakukan penelitian, khususnya penelitian yang siafatnya uji hipotesis, maka mau tidak mau kita harus menelaah teori-teori yang akan digunakan. Hal ini dilakukan, karena suatu hipoteisi, dugaan, asumsi, dibangun berdasarkan teori yang dihasilkan dari suatu bacaan.[1]
Teori adalah alat terpenting suatu ilmu pengetahuan. Artinya, tanpa teori berarti hanya ada serangkaian fakta atau data saja, dan tidak ada ilmu pengetahuan. Teori itu:
1.       Menyimpulkan generalisasi fakta-fakta,
2.       Memberi kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi fakta-fakta,
3.        Meramalkan gejala-gejala baru, mengisi kekosongan pengetahuan tentang gejala-gejala yang telah ada atau sedang terjadi.[2]
Teori merupakan definisi yang dipakai peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami. Atau Teori, serangkaia konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran sistematis tentang suatu fenomena (social).
Teori mengandung tiga hal: Pertama, teori serangkaian proposisi antara konsep konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan sosial antara konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya.[3]
Kerangka teori berasal dari kajian pustaka, berupa teori-konsep yang digunakan. Berasal dari pemikiran para ahli yang terkait dengan masalah yang dibahan proposisi, definisi, kerangka fikir, model, paradigma dari para ahli, hipotesis- asumsi-asumsi diperoleh dari referensi berupa buku, jurnal, laporan hasil-hasil penelitian, kamus, enseklopedia, dan sebagainya. Kerangka teori merupakan salah satu fungsi dari literatur review adalah :
1.       Untuk menunjukkan relevansinya dengan ilmu pengetahuan. Memberikan back ground dan justifikasi atas penelitian yang akan dilakukan,
2.       Untuk membantu kemungkinan menemukan jawaban penelitian atau membantu mengembang hipotesis,
3.       Menunjukkan asumsi yang mendasari di balik pertanyaan yang diajukan dalam penelitian,
4.       Mengambarkan asumsi paradigma yang digunakan serta asumsi-asumsi nilai-nilai yang diusahakan dalam penelitian,
5.       Menunjukkan peneliti cukup mengetahui antara penelitian yang dilakukan dengan intellectual traditions yang ada dalam topic itu dan mensupport atas studi yang dilakukan,
6.       Menunjukkan bahwa peneliti telah mengidentifikasi masalah yang terjadi sebelumnya dan studi yang akan dilakukan akan mengisi apa yang dibutuhkan, dan
7.       Membantu untuk meredefinisi pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendasar dari ”empirical traditions”.
Paradigma merupakan gambaran umum dari suatu subjek ilmu pengetahuan yang memberikan arah apa yang harus dikaji, pertanyaan apa yang harus diajukan, dan aturan apa yang harus dipergunakan untuk menginterpretasi jawaban tersebut. Pandangan lain, paradigma adalah suatu skema konseptual yang dengannya seorang ilmuwan memandang persoalan-persoalan dalam suatu disiplin tertentu. Persoalan yang diteliti dan metode yang digunakan untuk memecahkan persoalan itu terutama ditentukan oleh paradigma mereka yang relevan.[4]
Theory, sebuah pengaturan untuk membangun konsep hubungan interrelasi definisi dan dalil yang menampilkan sebuah tanpilan sistematik dari penomena dengan hubungan khusus terhadap variabel dengan maksud menjelaskan dan memprediksi penomena. Komponen theory berupa terms/ istilah, construkcts/ konsep, variable, definisi, proposisi / dalil, dan teori. Dengan demikian, teori sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematis antara fenomena sosial maupun alami yang hendak diteliti. Teori adalah rangkaian yang logis dari satu propisis atau lebih, sehingga teori merupakan informasi ilmiah yang diperoleh dengan meningkatkan abstraksi pengertian-pengertian maupun hubungan-hubungan pada proposisi.[5]
Fungsi dan posisi teori pada dasarnya sangat tergantung pada tujuan penelitian (research of objectives) yang akan dikakukan (Blaikie, 2000). Dilihat dari basic penelitian, paling tidak ada 8 (delapan]) tipe tujuan penelitian:
1.       to explore (berusaha untuk pengembangan awal)
2.       to describe (untuk menggambarkan realitas sosial secara apa adanya),
3.       to explain ( menjelaskan hubungan kausal fenomena social),
4.       to understand (memahami fenomena sosial secara mendalam),
5.       to predict (melakukan ramalan kejadian tertentu di masa mendatang),
6.       to change (melakukan intervensi social),
7.       to evaluate (memonitor program intervensi sosial atau menilai),
8.       dan to acses social impact (mengindentifikasi kemungkinan konsekuensi/ dampak social kebudayaan).
Beberapa contoh pengembangan teori berdasarkan tujuan penelitian, yaitu :
1.       Penelitian Penjelajahan (to explor)]
Posisi teori tidak terlalu dominan, kecuali untuk membantu memahami realitas sosial yang ada. Misalnya :
a.       kita belum tahu mengapa sistem perkawinan poliandri dapat diterima masyarakat di kecamatan ”X” di daerah ”X”.
b.       Mengapa petani gurem yang banyak memberikan sumbangan pada swadaya pangan, tetapi paling sedik menerima keuntungan tidak pernah berontak (share of povert)], dan sebagainya.
2.       Penelitian Desktiptif [to describe]
Tujuan penelitian hanya menggambarkan realitas sosial secara apa adanya. Teori akan sangat membantu untuk menafsirkan atau memahami realitas sosial yang ada. Misalnya: Menggambarkan derajat nasionalisme 25 orang Indonesia di Amerik. Maka setelah membuat kategorisasi model identitas etnik (religious, moderat, kosmopolitan, dan nasionalis) dengan menggunakan berbagai teori untuk memahami gejala sosial yang ditemukan.
3.       Penelitian Penjelasan (to explain).
Posisi teori sangat jelas untuk landasan penjelasan realitas sosial yang diturunkan dalam hipotesa yang hendak diuji. Misalnya:
a.       Kita akan melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di daerah “A” dengan mencoba menverifikasi (dengan berbagai modifikasi) dengan menggunakan Teorinya Durkhiem.
b.       Teori mengatakan bahwa angka bunuh diri adalah fungsi dari kegelisahan dan tekanan jiwa yang terus menerus yang dialami orang-orang tertentu. Integrasi atau kohesi sosial dapat memberi dukungan batin kepada para anggota kelompok yang mengalami berbagai kegelisahan dan tekanan-tekanan jiwa yang hebat. Teori berikutnya mengatakan bahwa orang Katolik memiliki kohesi sosial lebih kuat daripada orang Protestan. Oleh karena itu, dapat diperkirakan bahwa angka bunuh diri pada orang Katolik lebih rendah dibandingkan dengan angka bunuh diri pada orang protestan. [6]
4.       Penelitian yang bertujuan untuk memahami (to understand) realitas sosial. Posisi teori digunakan untuk menafsirkan realitas social tersebut. Misalnya untuk :
a.       Keberhasilan kapitalisme di Asia Tenggara (oleh ras kuning) kita menggunakan pendekatan kebudayaan (Weberian) dengan mencoba mempelajari implikasi modal sosial etnik ini dengan mempelajari Xinyong dan Guanxi.
b.       Untuk memahami mengapa mesin politik gagal menghantarkan Amin Rais menjadi Presiden, dengan perspektif bureaucratic polity (Karl D. Jackson, teori patron-client (Wertheim), teori ekonomi politik (Richard Robinson) dan sebagainya.
c.       Teori Max Weber, mengatakan adanya hubungan posetif antara agama Protestan dan bangkitnya kapitalisme. Banyak sekali hipotesis yang diperoleh dari teori ini, dengan meluarkan konsep agama-agama lain atau dengan sistem nilai budaya pada umumnya dlam suatu masyarakat, dan meluaskan konsep kapitalisme dengan kegiatan ekonomi pada umumnya. Di Indonesia, penelitian yang berdasarkan teori ini telah dilakukan Clifford Geertz, yang menguji hubungan antara agama Islam dan kegiatan-kegiatan yang bersifat interpreneur di suatu daerah di Jawa Tangah.[7]
Konsep adalah definisi yang dipergunakan untuk menggambarkan “secara abstrak suatu fenomena sosial”. Sebagai contoh:
1.       Konsep untuk menggambarkan kesejahteraan masyarakat, dikenal teori atau konsep pendapatan nasional, pendapatan perkapita’ distribusi pendapat, garis kemiskinan, dan tingkat pengangguran. 
2.       Konsep untuk menggambarkan pergerakan penduduk, dikenal teori atau konsep: migrasi, mobilitas, dll.
3.       Konsep untuk mengukur keberhasilan perusahaan, dikenal teori atau konsep laba maksimum, nilai perusahaan (value of the firm), keuntungan perlembar saham (earning per share, dividend pay out ratio), rentabilitas ekonomi maksimum.
4.       Konsep untuk mengukur keberhasilan pendidikan, dikenal teori atau konsep: kualitas kurikulum, kualitas proses pembelajaran, kualitas lulusan (output), lulusan diserap pasar.
Sebagai contoh: Penelitian yang dilakukan oleh Hujair AH. Sanaky, dkk., dengan judul Academics Underground (Studi Terhadap Layanan Biro-Biro Bimbingan Skripsi di Daerah Istimewa Yogyakarta). Menggunakan konsep pola produksi: Dalam setiap pola produksi selalu muncul kebutuhan yang ditimbulkan oleh ketersediaan sumber daya berikut fasilitas dan resiko produksi yang ada. Penelitian ini menggunakan Teori Cashflow Quadrant dari Robert T. Kiyosaki (2003). Pola orang bekerja [atau berproduksi] ada empat tipe: Tipe E [Employee], Tipe S [Self-Employee], Tipe I (Investor), dan Tipe B (Bisnis Owner). Maka penelitian ini bermaksud menerapkannya sebagai pola produksi skripsi yang ditempuh oleh para mahasiswa.[8]
5.       Konsep, istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social. Ada dua jenis konsep :
a.       Pertama, konsep-konsep yang jelas hubungannya dengan fakta atau realitas yang mewakili;
b.       Kedua, konsep-konsep yang lebih abstrak atau lebih kabur hubungannya dengan fakta atau realitas.
Contoh: Fungsi latent; fungsi manifest, debirokratisasi, kekerabatan, mortalitas, fertilitas, partisipasi politik, dan sebagainya.
Peranan konsep, pada dasarnya untuk menghubungkan antara dunia teori dengan dunia observasi, antara abstraksi dan realitas. Dalam bentuk yang lebih umum ada beberapa konsep yang digunakan untuk menjelaskan realitas sosial politik: Misalnya kita kenal konsep:
1.       Karl D. Jackson, yang mencoba menjelaskan birokrasi pada masa orde baru yang ia sebut dengan dengan konsep “bureaucratic polity” yang berakar pada budaya.
2.       Konsep Harold Crouch tentang “neo-patrimonialism” untuk menunjukkan bahwa sistem politik pada waktu itu (Orba) lebih menyerupai negara patrimonial daripada suatu polity yang moderen.
3.       Konsep Richard Robinson tentang “bureacratic capitalism”.
4.       Konsep Geertz, tentang “religiousness” dan “religious-mindedness” dalam upaya penjelaskan gerakan radikalisasi keagamaan atau terjadinya proses sekularisasi dan juga tentang politik aliran yang kini cair dengan adanya kualisi kebangsaan itu.
5.       Konsep Religiusitas Glock dan Stark:
a.       Keterlibatan ritual (ritual involvement), yaitu tingkatan sejauhmana seseorang mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama mereka.
b.       Keterlibatan ideologis (ideological involvement), yaitu tingkatan sejauhmana seseorang menerima hal-hal yang bersifat ”dogmatik terhadap agamanya”.
c.       Keterlibatan intelektual (intelectual involvement), yang menggambarkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya.
d.       Keterlibatan pengalaman (experiential involvement), yang menunjukkan apakah seseorang pernah mengalami pengalaman spektakular yang merupakan keajaiban yang datangnya dari Tuhan.
e.       Keterlibatan secara konsekuen (consequential involvement), yaitu tingkatan sejauhmana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya.
Proposisi adalah pernyataan (statement) tentang sifat dari realitas yang dapat diuji kebenarannya  atau hubungan logis antara dua konsep atau lebih, disebut proposisi. Proposisi biasanya disajikan dalam bentuk kalimat pernyataan (statement) yang menunjukkan hubungan antar dua konsep. Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan untuk pengujian empiris. Dalil (laws) adalah juga proposisi yang mempunyai jangkauan (scope) yang luas dan telah mendapatkan banyak dukungan empiris. Beberapa contoh proposisi: proposisi Harris dan Todaro (1969) yang banyak digunakan dalam studi mobilitas penduduk berbunyai: ”proses migrasi ditentukan oleh perbedaan upah”. Proposisi Jaccard dan Davidson menyatakan “niat menggunakan kontrasepsi modern bervariasi menurut status sosial-ekonomi” dan seterusnya.
Dalam penelitian sosial dikenal dua tipe proposisi, yaitu aksioma atau postulat, dan teorem. Aksioma atau postulat adalah proposisi yang kebenarannya tidak perlu dipertanyakan lagi, sehingga tidak perlu lagi diuji. Misalnya, “perilaku manusia adalah fungsi kepentingannya”; “perilaku manusia selalu terikat pada norma sosial” dan seterusnya. Sedangkan teorem adalah proposisi yang diredukdi dari aksioma. Contoh-contoh proposisi yang lebih umum:
1.        Apabila modernisasi teknologi dan pertumbuhan ekonomi berlangsung terus, maka ketimpangan pendapatan dan kekayaan pada awalnya meningkat tajam, kemudian menurun tajam, dan selanjutnya tercapai keseimbangan yang relatif stabil (Berger, 1986).
2.       Apabila struktur pengawasan dan pengadilan sangat lemah, maka korupsi akan terus berkembangan secara kolektif dan semakin sistemik.
Suatu teori dalam penelitian amat berguna untuk menjelaskan, menginterpretasi dan memahami suatu gejala atau fenomena yang dijumpai dari hasil penelitian. Kerangka atau landasan teoritis membantu peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitiannya dan dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna membentuk hipotesis-hipotesisnya.[9] Landasan teori yang digunakan dalam penelitian sebenarnya muncul dari hasil tinjauan kepustakan yang dilakukan peneliti. Mely G. Tan, mengatakan pengetahuan yang diperoleh dari tulisan-tulisan dan dokumen-dokumen yang bersangkutan serta pengalam peneliti sendiri merupakan landasan dari pemikiran selanjutnya mengenai masalah yang diteliti. Maka, memperdalam pengetahuan kita mengenai suatu masalah berarti juga memperoleh pengertian tentang teori-teori bersangkutan.






























DAFTAR PUSTAKA

Mattulada, Studi Islam Kontemporer (Sintesis Pendekatan Sejarah, Sosiologi dan Antropologi dalam Mengkaji Fenomena Keagamaan), dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli (ed), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, Cetakan Kesembilan, 2004


Singarimbun & Effendi,1989, Metode Penelitian Survei

Suparno, Paul, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius, 1997

Sanaky, Hujair AH., dkk., Academics Underground (Studi Terhadap Layanan Biro-biro Bimbingan Skripsi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta: DPPM UII, 2007

Tan, Mely G., Masalah Perencanaan Penelitian, dalam Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1983, cet. V








[1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, Cetakan Kesembilan, 2004), hlm. 199.
[2] Mattulada, Studi Islam Kontemporer (Sintesis Pendekatan Sejarah, Sosiologi dan Antropologi dalam Mengkaji Fenomena Keagamaan), dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli (ed), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), hlm. 4.
[3] Baca: Singarimbun & Effendi,1989, Metode Penelitian Survei, hlm. 17
[4] Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm.49.
[5] Singarimbun & Effendi,1989, Metode Penelitian Survei, hlm.18.
[6] Mely G. Tan, Masalah Perencanaan Penelitian, dalam Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983), cet. V, hlm. 22
[7] Ibid. hlm. 24
[8] Hujair AH. Sanaky, dkk., Academics Underground (Studi Terhadap Layanan Biro-biro Bimbingan Skripsi di Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: DPPM UII, 2007), hasil penelitian, hlm.27-28.
[9] Abuddin Nata, 2004, Metodologi Studi Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm, 185.

BAB I
PENDAHULUAN

Setelah Turki mengadakan pembaharuan Hukum Keluarga, membuat Republik Arab Mesir terbawa untuk mengadakan hal yang sama. Kalau Negara Turki mengadakan pembaharuan Hukum Keluarga dengan adopsi hukum Code Civil Switzerland, maka Republik Arab Mesir memperbaharuinya dengan melakukan reformasi hukum terhadap hukum-hukum fiqih yang telah berlaku. Mesir adalah negara pertama di Arab dan negara kedua setelah Turki mengadakan pembaharuan hukum keluarga. 

Skripsi Apri MAryu Heri ( Only Pendahuluan )

Rabu, 12 Desember 2012
Posted by Unknown
Tag :


DAMPAK PSIKOLOGIS TERHADAP EKSEKUSI PIDANA MATI
DALAM HUKUM PIDANA POSITIF  INDONESIA
DAN HUKUM PIDANA ISLAM

Skripsi

Diajukan Pada Fakultas Syari’ah Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam
Pada Jurusan Jinayah Siyasah


NASAB, HAK WARIS, DAN WALI NIKAH DARI AYAH MUALLAF
http://forum.dudung.net/index.php?topic=7684.30
Soal :

Ustadz, saya punya teman, Robert (bukan nama sebenarnya). Dia anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak dan adiknya perempuan. Ketika orang tuanya menikah ayahnya beragama Kristen sedangkan ibunya beragama Islam. Mereka menikah di Kantor Catatan Sipil. Namun, setelah anak-anak mereka dewasa (waktu Robert semester dua), ayahnya masuk Islam. Kedua orang tuanya pun melakukan pernikahan ulang, bahkan kedua orang tuanya sudah berangkat haji. Yang menjadi pertanyaan adalah :
1. Bagaimana status nasab Robert, dan kakak adiknya?

2. Bagaimana hak waris untuk Robert dan kakak adiknya?

3. Bagaimana hak perwalian untuk kedua kakak adiknya? (Julaikha Chairunisa, Bekasi)

Jawab :

1. Pendahuluan

Pengasuh merasa turut gembira dan bersyukur bahwa ayah Robert sudah masuk Islam. Alhamdulillah. Sungguh, hidayah ini adalah anugerah yang tak ternilai dari Allah SWT. Betapa tidak, dengan masuk Islam, ayah Robert berarti telah keluar dari kegelapan menuju cahaya terang, dan telah selamat dari ancaman kekal di neraka. Allah SWT berfirman :

"Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS Al-Baqarah [2] : 257)

Pengasuh berdoa kepada Allah agar ayah Robert terus istiqomah dalam iman Islam hingga akhir hayat, serta senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Amin. Allah SWT berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS Ali Imran [3] : 102)

2. Nasab

Nasab Robert dan kakak adiknya bergantung pada status pernikahan yang pertama dari ayah ibunya, bukan pernikahan yang kedua (yang diulang) setelah ayah Robert masuk Islam. Sebab Robert dan kakak adiknya adalah anak-anak hasil pernikahan yang pertama (di Kantor Catatan Sipil), bukan anak-anak hasil pernikahan setelah ayah Robert masuk Islam.

Pernikahan ayah Robert waktu masih Kristen dengan ibunya yang beragama Islam adalah tidak sah. Sebab haram hukumnya seorang wanita muslimah menikah dengan laki-laki non muslim, baik Ahli Kitab (beragama Yahudi maupun Nasrani) maupun musyrik. Dalil keharamannya antara lain firman Allah SWT :

"Mereka (perempuan-perempuan beriman) tiada halal bagi orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka." (QS Al-Mumtahanah [60] : 10)

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai haramnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir. Seluruh ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali sepakat mengenai keharamannya. (Lihat Syaikh Abdurrahan Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Juz IV, hal. 188).

Jika ada pendapat yang membolehkan pernikahan semacam itu, maka pendapat itu batil dan jelas tidak benar. Sebab pendapat itu nyata-nyata melawan nash Al-Qur`an yang qath’i (pasti maknanya) serta bertentangan dengan kesepakatan seluruh ulama. Yang berpendapat seperti itu sebenarnya bukan ulama atau intelektual muslim, melainkan intelektual liberal-sekular yang berkiblat kepada ideologi Barat, bukan berkiblat kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah (Lihat misalnya pendapat Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif Pluralis, 2004, hal. 164).

Jelaslah bahwa pernikahan ayah Robert waktu masih Kristen dengan ibunya yang beragama Islam adalah tidak sah. Dengan demikian, anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut adalah anak-anak yang lahir di luar pernikahan yang sah. Dalam istilah hadits dan fiqih, anak-anak itu disebut anak zina (waladuz zina). Maksudnya, anak-anak yang dilahirkan karena zina, bukan karena hubungan suami isteri yang sah menurut agama Islam. Rasulullah SAW bersabda,"Siapa saja laki-laki yang berzina dengan wanita merdeka atau wanita budak, maka anaknya adalah anak zina (waladu zina), yang tidak mewarisi [laki-laki itu] dan tidak diwarisi [oleh laki-laki itu]." (HR Tirmidzi) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hadits no 2567, hal. 1217).

Bagaimana nasab anak zina? Nasab anak zina adalah kepada ibunya. Anak zina terputus nasabnya dari bapaknya. Dalilnya adalah hadits-hadits Nabi SAW dalam masalah ini. Sahal bin Sa’ad RA berkata,"Pernah ada wanita hamil [karena zina] dan anaknya dinasabkan kepada ibunya, maka berlakulah ketentuan As-Sunnah yaitu anak itu mewarisi ibunya dan ibunya mewarisi anaknya dari harta waris yang ditetapkan oleh Allah bagi ibunya." (HR Bukhari dan Muslim) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hadits no 2565, hal. 1217).

Ibnu Abbas RA berkata,"Rasulullah SAW pernah melangsungkan li’an antara Hilal bin Umayyah dengan isterinya dan memisahkan di antara keduanya. Dan Rasulullah SAW memutuskan bahwa anaknya tidak dipanggil dengan nama bapaknya." (HR Ahmad dan Abu Dawud). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hadits no 2933, hal. 1363).

Dari dalil-dalil hadits tersebut jelaslah bahwa anak zina dinasabkan kepada ibunya. Anak zina telah terputus nasabnya dengan bapaknya. Jadi, Robert dan kakak adiknya dinasabkan kepada ibunya, bukan kepada bapaknya.

3. Hak Waris

Robert dan kakak adiknya berhak mendapatkan waris dari ibu mereka saja, tidak dari bapak mereka. Demikian pula ibu mereka (bukan bapak mereka) berhak mendapat waris dari Robert dan kakak adiknya. Dalilnya adalah hadits sahih di atas, yakni hadits riwayat Sahal bin Sa’ad RA bahwa ia berkata,"…maka berlakulah ketentuan As-Sunnah yaitu anak itu mewarisi ibunya dan ibunya mewarisi anaknya dari harta waris yang ditetapkan oleh Allah bagi ibunya." (HR Bukhari dan Muslim)

Jadi, jika ibu mereka meninggal, Robert dan kakak adiknya berhak mewarisi harta ibu mereka. Sebaliknya andaikata Robert atau kakak adiknya ada yang meninggal, maka ibu mereka dan juga kerabat-kerabat ibu mereka (yang menjadi ahli waris) berhak mewarisi harta Robert atau kakak adiknya (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1218).

Sedangkan bapak mereka, meskipun sudah masuk Islam, tidak mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan Robert dan kakak adiknya. Sebab tidak ada hubungan nasab antara bapak mereka dengan Robert serta kakak adiknya. Rasulullah SAW bersabda,"Siapa saja laki-laki yang berzina dengan wanita merdeka atau wanita budak, maka anaknya adalah anak zina (waladu zina), yang tidak mewarisi [laki-laki itu] dan tidak diwarisi [oleh laki-laki itu]." (HR Tirmidzi).

Namun demikian, masuk Islamnya ayah Robert mempunyai pengaruh terhadap hukum waris dengan ibu Robert. Pada saat ayah Robert masih Kristen, dia tidak mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan ibu Robert. Sebab dalam hukum waris Islam, seorang muslim tidak boleh mewarisi harta kafir dan seorang kafir tidak boleh pula mewarisi harta muslim. Rasulullah SAW bersabda,"Seorang muslim tidak mewarisi kafir dan seorang kafir [juga] tidak mewarisi muslim." (HR Jama’ah, kecuali Muslim dan Nasa`i) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hadits no. 2580, hal. 1222).

Karena itu, pada saat ayah Robert masuk Islam, terwujudlah hubungan waris-mewarisi dengan ibu Robert, bukan dengan Robert dan kakak adiknya. Sebab status Robert dan kakak adiknya sebagai anak zina tidaklah berubah dengan masuk Islamnya ayah Robert.

Akan tetapi, menurut pengasuh, tidak ada larangan ayah Robert memberikan hartanya kepada Robert dan kakak adiknya, asalkan bukan pemberian karena waris. Ketika ayah Robert masih hidup, boleh dia menghibahkan hartanya kepada Robert dan kakak adiknya. Setelah meninggal, ayah Robert boleh mewasiatkan (bukan mewariskan) hartanya kepada Robert dan kakak adiknya. Sebab dibolehkan seseorang mewasiatkan hartanya setelah dia mati, asalkan bukan kepada ahli waris dan jumlahnya maksimal sepertiga dari harta orang itu.

4. Wali Nikah

Ayah Robert tidak berhak menjadi wali nikah bagi kakak adik Robert yang perempuan. Sebab antara ayah Robert dengan kakak adik Robert sebenarnya tidak ada hubungan nasab.

Dalam keadaan demikian, wali nikah kakak adik Robert adalah wali hakim (dari pemerintah). Rasulullah SAW bersabda,"Tidak sah nikah kecuali dengan wali. Siapa saja perempuan yang dinikahkan tanpa izin walinya maka nikahnya batil, batil, batil. Maka jika perempuan itu tidak mempunyai wali, maka penguasa (sulthaan) adalah wali bagi perempuan yang tidak mempunyai wali." (HR Abu Dawud) (Imam Syaukani, Nailul Authar, hadits no. 2664, hal. 1254)

Demikianlah jawaban pengasuh. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 12 Oktober 2006

Muhammad Shiddiq al-Jawi
Diberdayakan oleh Blogger.
Welcome to My Blog

- Copyright © Alvaro -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -