Posted by : Unknown Rabu, 12 Desember 2012



DAMPAK PSIKOLOGIS TERHADAP EKSEKUSI PIDANA MATI
DALAM HUKUM PIDANA POSITIF  INDONESIA
DAN HUKUM PIDANA ISLAM

Skripsi

Diajukan Pada Fakultas Syari’ah Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam
Pada Jurusan Jinayah Siyasah











Oleh

APRI MARYU HERI
Bp: 304 015










JURUSAN JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1429H/ 2008 M


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pidana adalah suatu nestapa[1] yang ditimpakan negara kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Pihak yang dapat menimpakan nestapa itu tidaklah setiap orang, tetapi adalah kewenangan  dari negara untuk dapat menimpakan atau menjatuhkannya kepada orang yang melakukan tindak pidana
Pidana itu haruslah memberikan manfaat, sehingga memberikan preventif yang ditujukan kepada pelaku tindak pidana itu, artinya bagi pelaku tindak pidana dengan dijatuhkannya pidana, dia menjadi takut untuk melakukan lagi tindak pidana pada masa yang akan datang.
Di sisi lain, manfaat pidana tersebut juga dapat mencegah masyarakat melakukan tindak pidana, artinya dengan dijatuhi pidana pada pelaku yang telah melakukan tindak pidana diharapkan orang yang tidak melakukan tindak pidana menjadi takut untuk melakukan tindak pidana.[2]
Jenis-jenis pidana dalam hukum positif Indonesia tersebut tercantum di dalam pasal 10 KUHP.[3] Jenis pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan.

Pidana pokok antara lain:
1.      Pidana mati
2.      Pidana penjara
3.      Pidana kurungan
4.      Pidana denda
Sedangkan pidana tambahan antara lain:
1.      Pencabutan hak-hak tertentu
2.      Perampasan barang-barang tertentu
3.      Pengumuman putusan hakim
Maka dalam tulisan ini penulis menfokuskan pembahasan pada salah satu jenis pidana yang terdapat dalam pidana pokok yaitu pidana mati.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ada beberapa macam tindak pidana yang dapat diancam dengan pidana mati antara lain:
    1. Kejahatan terhadap negara (pasal 104. 111 ayat (2), 124 ayat (3), 140 ayat (3) KUHP
    2. Pembunuhan dengan berencana (pasal 340) KUHP
    3. Pencurian dan pemerasan yang dilakukan dalam keadaan yang memberatkan sebagai yang disebut dalam pasal 369 ayat (4) dan pasal 368 ayat (2) KUHP
    4. Pembajakan di laut, di pantai yang dilakukan dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal 444 KUHP.[4]
Sedangkan jika kita berbicara tentang tata cara pelaksanaannya, maka hal itu telah diatur dalam pasal 11 KUHP yang berbunyi “
“Pidana mati dijalankan oleh algojo pada tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri”. [5]
           
Kemudian berdasarkan pandangan bahwa ketentuan pelaksanaan pidana mati sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 11 KUHP tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan serta jiwa masyarakat Indonseia, maka dengan (Penetapan Presiden (PenPres) No. 2 Tahun 1964 yang ditetapkan menjadi Undang-undang No. 5 Tahun 1969 pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan ditembak sampai mati di suatu tempat di dalam daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama.
Pelaksanaan pidana mati itu ditentukan oleh Kepala Kepolisian Daerah (KAPOLDA) dengan membentuk sebuah regu penembak. Mulai dari awal sampai selesainya tugas itu, regu penembak ini berada di bawah perintah KAJATI. Pidana mati itu dilaksanakan tidak di muka umum dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden.[6]
Hal di atas senada dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang tercantum dalam pasal 271  yang berbunyi:
Dalam hal Pidana mati, pelaksanaannya dilakukan tidak di muka umum dan menurut ketentuan Undang-undang”.[7]

Sementara itu dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969 yang tertuang dalam pasal 9 juga disebutkan:
Pidana mati dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden”.[8]

Maka berdasarkan gambaran di atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan pidana mati dalam hukum pidana Indonesia  dilakukan tidak di muka umum melainkan di tempat tertutup, artinya pelaksanaan pidana mati tersebut tidak bisa disaksikan oleh khalayak ramai.
Sementara itu kalau kita lihat dalam hukum pidana Islam, pidana itu disebut dengan Uqubah ( العقو بات) yang berarti: pembalasan atas pelanggaran perintah syara’ yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat.[9]
Tujuan dari Uqubah ( العقو بات) itu sendiri dalam hukum pidana Islam adalah untuk pencegahan, maksudnya, menahan orang yang berbuat jarimah(الجر يمة)  [10] agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimahnya (الجر يمة), atau agar ia tidak terus menerus melakukan jarimah (الجر يمة). Disamping mencegah pelaku, pencegahan juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah (الجر يمة), sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang sama.[11]
Dalam Hukum Pidana Islam, hukuman tersebut terbagi kepada dua (2) bagian, antara lain:
A.    Hukuman pokok (Al-‘uqubat al- ashliyah)
Yaitu hukuman yang asal bagi sebuah kejahatan seperti hukuman mati bagi pembunuhan yang dilakukan secara sengaja.
B.     Hukuman Pengganti (Al-‘uqubat al- badaliyah)
Yaitu hukuman yang menempati tempat hukuman pokok apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu alasan hukum, seperti: diyat/ denda bagi pelaku pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja jika dimaafkan qishasnya oleh keluarga korban.[12]
Maka dalam pembahasan ini, penulis  menguraikan tentang hukuman pokok dalam hukum pidana Islam yaitu hukuman mati, dan akan memfokuskan pada pelaksanaan hukuman mati itu sendiri.
Dalam hukum pidana Islam, jarimah (الجر يمة) atau tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati antara lain:



    1. Jarimah pembunuhan yang disengaja
    2. Jarimah Zina bagi laki-laki yang berstatus duda dan wanita yang berstatus janda, yaitu dengan hukuman rajam.[13]
    3. Jarimah hirabah,  [14] yaitu mengambil barang orang lain dengan cara anarkis, misalnya merampok, mengancam, atau menakut-nakuti orang.
    4. Jarimah Bughah, [15] secara harfiah hirabah berarti meninggalkan atau melanggar. Sedangkan dalam istilah hukum Islam yang dimaksud bughah adalah suatu usaha atau gerakan yang dilakukan oleh suatu kelompok dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.
    5. Jarimah riddah, [16] secara harfiah riddah berarti kembali. Riddah dalam hal ini adalah kembalinya seorang muslim yang berakal dan baligh untuk memilih keyakinan agama lain atas dasar pilihannya bukan atas paksaan.
Sedangkan pada tata cara pelaksanaan pidana mati tersebut,  dalam hukum pidana Islam dilakukan dengan potong leher, dipancung atau dirajam, dan pelaksanaannya dilaksanakan di depan orang ramai artinya pelaksanaannya bisa disaksikan oleh khalayak ramai.
Seperti hukuman rajam yang dilakukan terhadap Abdullah[17] yang dilakukan di hadapan masyarakat ambon di kampung Ahuru Ambon. Abdullah ditanam sebatas dada dan dilempari dengan batu sampai mati
Maka yang menjadi permasalahan bagi penulis dan juga menjadi landasan bagi penulis sehingga tertarik membahas hal ini adalah, bahwa penulis ingin menganalisis dan mengetahui mana yang lebih memberikan efek jera pada eksekusi pidana mati yang dilakukan dalam hukum pidana positif Indonesia (yang dilaksanakan di tempat yang tertutup) atau dalam hukum pidana Islam (yang dilaksanakan di depan umum)?
Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam sebuah skripsi dengan judul:
                                      
EKSEKUSI PIDANA MATI DALAM HUKUM PIDANA POSITIF  INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Ditinjau Dari Efek Penjeraan)
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan judul yang penulis bahas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah: “Bagaimana dampak Psikologis terhadap eksekusi pidana mati dalam hukum pidana positif  Indonesia dan hukum pidana Islam?



C.    Penjelasan Judul
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian ini, penulis akan menjelaskan pengertian dari istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini:
Dampak                            : Pengaruh yang kuat  dan menimbulkan akibat[18]
Psikologi                           : Gejala kejiwaan. [19]
Eksekusi                            :Pelaksanaan putusan pengadilan : pelaksanaan putusan hakim atau pelaksanaan hukuman badan pengadilan (khususnya hukuman mati)[20]
Pidana Mati                       :Hukuman yang dilaksanakan dengan membunuh, menembak,  atau menggantung orang yang bersalah.[21]
Hukum Positif                   :Hukum yang berlaku pada waktu sekarang ini untuk orang tertentu dan di daerah yang tertentu pula. [22]
Hukum Pidana Islam        :Segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan criminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban).[23]
Secara keseluruhan, judul tulisan ini diartikan: akibat psikologis yang ditimbulkan dari Pelaksanaan pidana mati dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana Islam

D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah penulis uraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak psikologis terhadap  eksekusi pidana mati dalam hukum positif  Indonesia dan hukum pidana Islam.
2.      Kegunaan Penelitian
·         Secara teoritis berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang hukum pidana
·         Pada sisi praktisnya berguna untuk memberikan manfaat bagi setiap orang yang ingin mengetahui dampak psikologis terhadap pelaksanaan pidana mati dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana Islam







E.     Metodologi Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian Kepustakaan (Library Research) artinya penelitian ini dilakukan dengan membaca karya-karya yang terkait dengan persoalan yang akan dikaji. Kemudian mencatat bagian yang memuat kajian tentang  penelitian[24].
2.      Metode  Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Pendekatan Deskriptif Analisis  artinya penelitian ini dilakukan dengan menggambarkan (Mendiskripsikan) sebuah fenomena yang terjadi [25] dan menganalisanya berdasarkan data yang penulis peroleh, maka dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan dua system hukum yang berbeda (Hukum Pidana Positif Indonesia dan Hukum Pidana Islam), kemudian setelah dideskripsikan dan dianalisa , maka penulis akan membandingkan antara keduanya.
3.      Sumber data
a.       Bahan Primer
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru, atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun suatu gagasan (ide).[26] Sumber primer dalam penelitian ini adalah: Perundang-undangan, KUHAP, Buku-buku Psikologi Sosial. dan Buku-buku Teori Sosial
b.      Bahan Sekunder
Adalah Bahan pustaka yang berisikan informasi yang mendukung bahan primer.[27] Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku tentang pidana mati, buku hukum, dan artikel
c.       Bahan Tersier
Adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan mendukung bahan primer dan sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum.[28] Bahan tersier dalam penelitian ini antara lain: kamus hukum, ensiklopedi hukum.

4.      Teknik Analisis Data
Dalam mengolah data yang telah penulis peroleh, maka penulis akan menganalisanya dengan menggunakan teknik Analisis Isi (Content Analysis) yaitu satu teknik analisis dalam kajian Kepustakaan dengan cara menganalisa terhadap berbagai sumber informasi termasuk bahan cetak (buku, artikel, Koran, majalah dan sebagainya), dan bahan non cetak seperti gambar. [29]
Adapun dalam prosedur Content Analysis ini, penulis melakukannya dalam 5 tahap:
1.      Menentukan Tujuan Analisis
Dalam hal ini penulis mengidentifikasi tujuan analisisnya dengan cara mendeskripsikan terlebih dahulu permasalahan yang ada.
2.      Mengumpulkan Data
Penulis membaca, mengkaji, dan mencatat data-data yang diambil dari berbagai sumber yang ada
3.      Mengidentifikasi Bukti-Bukti Konstektual
Dalam hal ini, penulis mulai mencari hubungan antara data yang ada dengan realitas yang sedang penulis teliti
4.      Mereduksi Data
Penulis mulai melakukan “sortir” terhadap data yang telah penulis kumpulkan, mana yang digunakan (include) dan mana data yang tidak digunakan (Exclude)
5.      Menganalisis dan Menafsirkan Data
Pada tahap akhir ini, penulis menganalisa data yang ada dan mengambil sebuah kesimpulan
Kemudian, karena penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif (membandingkan dua system hukum yang berbeda (hukum pidana Positif Indonesia dan Hukum Pidana Islam), maka penulis memperbandingkannya, setelah itu penulis mengambil sebuah kesimpulan akhir pada penelitian ini.


F.     Sistematika Penulisan
Sebagai gambaran ringkas dari pokok pembahasan penelitian ini, bahwasanya bahasan penelitian ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I       Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, penjelasan judul, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, sistematika penulisan

BAB II      Landasan teoritis, antara lain teori pencitraan, Teori Pencitraan, Teori Imagalogi, Teori Publisistik
­
BAB III    Pembahasan umum tentang eksekusi pidana mati, macam-macam tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, eksekusi pidana mati dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana Islam
BAB IV    Ketakutan sebagai dampak terhadap eksekusi pidana mati dalam hukum pidana positif indonesia dan hukum pidana Islam, memuat ketakutan psikologis, memuat tentang dampak Psikologis terhadap Eksekusi Pidana Mati Dalam Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

BAB V      Kesimpulan dan Saran

DAFTAR KEPUSTAKAAN.




[1] Nestapa adalah sebuah rasa gundah gulana, rasa sedih atau kesedihan. Lihat: Burhani MS, Kamus Ilmiah Populer, (Jombang: Lintas Media, tt), h. 450
[2] Nasrullah, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, (Padang:2002), h. 108-109
[3] Moeljatno, KUHP(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 5-6
[4] Djoko Prakoso, Pidana Mati Di Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 27
[5] Moeljatno, op. cit,  h. 6
[6]Legalitas Pidana Mati Dlam Perspektif Hukum Positif Indonesia, (http: // blog. 360.yahoo.com/blog FY. YCDA 3eqJBaepfozjglkgr?p=6)
[7] Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonsia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), h. 306
[8] Djoko Prakoso, Op.cit, h. 137
[9] Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h. 59
[10] Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir. Yang dimaksud dengan had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah SWT, seperti hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian, dera seratus kali untuk jarimah zina, dan dera delapan puluh kali untuk jarimah qadzaf. Sedangkan Ta’zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh syara’dan untuk penetapan seta pelaksanaannya diserahkan kepada ulil amri (penguasa) sesuai dengan bidangnya.. Lihat : Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 9-10
[11]Ibid, h. 137
[12] A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2000), h. 28
[13] Rajam adalah ditanam ke dalam tanah sampai leher, kemudian dilempari batu sampai meninggal. Lihat: Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: sinar Grafika, 2007), h. 50
[14]ibid, h.  69
[15] Ibid, h. 73
[16] Ibid
[17] Abdullah adalah  seorang anggota laskar jihad Ambon berumur 31 tahun yang telah menggauli paksa seorang gadis yang berusia 13 tahun dan dijatuhi hukuman rajam , hukuman rajam tersebut dilaksanakan pada hari selasa, 27 Maret 2001 di depan masyarakat Islam Kampung Ahuru Ambon. Lihat: Adian Husaini, Rajam Dalam Arus Budaya Syahwat, (Jakarta: CV. Pustaka Al- Kautsar, 2001), h. 3
[18] Burhani, Kamus Ilmiah Popular,  (Jombang: Lintas Media, tt), h. 78
[19] Ibid, h. 355
[20] Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h. 114
[21] Lamintang, Hukum Panintesier Indonesia, (Bandung: CV Armiko, 1984), h. 62

[22] Simorangkir, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 69
[23] Zainuddin Ali, op.cit, h. 1
[24] Mestika Zed , Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.3
[25] Prasetyo Irawan, Penelitian Kwalitatif dan Kwantitatif, ( Jakarta:  DIA FISIP UI, 2006), h. 52
[26] Soerjano Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006), h. 29
[27] Ibid
[28] ibid, 33
[29] Prasetyo Irawan, Op.cit, h. 60

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Diberdayakan oleh Blogger.
Welcome to My Blog

- Copyright © Alvaro -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -